Ruang Mistis – Yonaguni, pulau terbarat di Kepulauan Ryukyu Jepang, menyimpan keajaiban bawah laut yang memicu perdebatan tinggi struktur batu besar menyerupai reruntuhan kota kuno. Sejak ditemukan oleh penyelam lokal pada 1987, tempat ini disebut “Yonaguni Monument” atau “Yonaguni Underwater Ruins.” Meski banyak yang kagum, asal usulnya tetap dipertanyakan: karya manusia atau bentukan alam murni?
Pada awal penemuan, penyelam Kihachiro Aratake terkejut melihat formasi batu bertingkat, sudut tajam, dan struktur seperti tangga di kedalaman sekitar 10–20 meter. Daripada karang biasa, struktur itu menarik perhatian. Dalam benaknya lahir anggapan: “Apakah ini reruntuhan kota kuno yang tenggelam?” Sejak itu, para penyelam dan peneliti menjelajahi situs ini untuk mencari petunjuk lebih jauh.
“Baca Juga : Sultan Amai dan Ilomata Wopato di Gorontalo, Jejak Sejarah Islam dan Warisan Budaya”
Beberapa elemen membuat struktur Yonaguni terasa seperti dibuat manusia: garis lurus, sudut 90°, tangga bertingkat, teras‑teras, dan alur lurus seperti “jalan.” Misalnya, ada lapisan batu yang tampak seperti tangga besar menuju bagian atas, serta lorong sempit dan ceruk segitiga. Jika benar alat pakai tangan manusia digunakan, maka situs ini bisa berusia sangat tua.
Namun tak semua peneliti percaya struktur ini buatan manusia. Beberapa ilmuwan menyebutnya sebagai batu sedimen atau batu pasir (sandstone) yang secara alami retak dalam pola reguler karena tekanan seismik dan gerusan laut. Mereka menilai garis lurus dan lapisan bisa muncul tanpa intervensi manusia. Bahkan, struktur batu ini tampak menyatu dengan batu dasar di sekitarnya.
“Baca Juga :Kisah Nabi Musa AS, Turunnya Taurat dan Kejatuhan Firaun di Laut Merah”
Beberapa pihak berpendapat bahwa jika struktur ini manusia‑buat, pembuatannya terjadi pada periode ketika garis pantai berbeda mungkin pada zaman glasial, ketika permukaan laut lebih rendah. Estimasi menunjukkan situs bisa berusia 10.000 hingga lebih dari 12.000 tahun. Bila benar, itu akan menjadikan Yonaguni lebih kuno dibanding piramida Mesir dan banyak situs prasejarah dunia lainnya.
Yonaguni kini menjadi magnet dunia selam: visibilitas air bisa sangat baik, strukturnya dekat dengan permukaan, dan arus laut kadang kuat. Wisata selam menantang tapi spektakuler. Namun, akses terbatas, safety tinggi, dan perlu penyelam berpengalaman. Pemerintah lokal belum secara resmi mengakui struktur ini sebagai situs arkeologi, sehingga perlindungan dan penelitian masih terbatas.
Bagi saya, Yonaguni adalah titik temu antara keajaiban alam dan rasa ingin tahu manusia. Mungkin struktur ini murni hasil tekanan bumi dan erosi laut namun kami tak boleh menutup kemungkinan kalau tangan manusia purba turut campur. Bagaimanapun, keunikan geometrinya sudah cukup untuk memancing imajinasi: apakah kita sedang melihat reruntuhan kota kuno atau puncak seni alam?