Ruang Mistis – Megathrust di Indonesia adalah pertemuan dua lempeng tektonik besar yang memiliki potensi untuk menyebabkan gempa bumi besar dan tsunami. Walaupun potensi bencana ini telah lama menjadi perhatian, para ahli mengakui bahwa prediksi mengenai kapan megathrust akan “pecah” masih sangat sulit dilakukan. Teknologi yang ada saat ini dan keterbatasan dalam memantau kawasan geografi tertentu membuat prediksi ini masih jauh dari kenyataan.
Indonesia terletak di zona seismik yang aktif, di mana terdapat dua megathrust besar yang harus diperhatikan, yaitu Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Suberut. Kedua segmen megathrust ini memiliki potensi besar untuk menghasilkan gempa bumi dengan magnitudo yang sangat besar, bahkan mencapai 8,7 hingga 8,9. Daryono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, memperingatkan bahwa kedua zona ini sudah lama tidak mengalami pelepasan energi yang signifikan, yang membuatnya berisiko tinggi.
“Baca juga: Google Maps Telah Memakan Korban Kini Kasus Tengah Diselidiki”
Konsep “seismic gap” atau celah seismik adalah salah satu alasan mengapa megathrust di Indonesia bisa melepaskan energi dalam waktu yang tidak bisa diprediksi. Seismic gap merujuk pada zona sumber gempa potensial yang belum mengalami gempa besar dalam waktu yang lama. Dalam kasus megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Suberut, keduanya telah lama tidak mengalami gempa besar, meskipun sudah ratusan tahun sejak gempa besar terakhir kali terjadi.
Secara umum, megathrust adalah batas pertemuan antara dua lempeng tektonik yang bisa menghasilkan gempa bumi besar. Ketika lempeng-lempeng ini bergeser secara tiba-tiba, energi yang terakumulasi bisa dilepaskan dalam bentuk gempa besar. Bagian dari megathrust yang lebih besar dan tidak bergerak selama puluhan hingga ratusan tahun cenderung melepaskan lebih banyak energi sekaligus ketika akhirnya terjadi pergeseran.
Daryono menjelaskan bahwa meskipun ada banyak penelitian dan pemantauan terhadap megathrust, masih sangat sulit untuk memprediksi waktu terjadinya gempa. Ilmu seismologi saat ini belum memiliki kemampuan untuk memprediksi secara tepat kapan gempa akan terjadi. Terutama di wilayah yang memiliki tingkat kompleksitas tinggi. Gempa sering kali dimulai dari titik tertentu yang mengalami tekanan lebih besar. Bahkan gempa kecil yang terjadi dapat berkembang menjadi gempa besar jika ada peningkatan tekanan pada patahan tersebut.
“Simak juga: Meruntuhkan Dogma: Dampak Filsafat Terhadap Ajaran Agama”
Peneliti terus mencari cara untuk memahami pola gempa lebih baik. Dengan harapan bisa mengidentifikasi sinyal-sinyal awal yang menunjukkan potensi terjadinya gempa besar. Sebuah studi pada tahun 2016 menyatakan bahwa tidak ada cara untuk membedakan apakah gempa kecil akan berkembang. Apakah itu akan menjadi gempa besar hanya berdasarkan sinyal seismik awalnya. Peningkatan tekanan di sepanjang patahan mempengaruhi kemungkinan terjadinya gempa besar, namun sulit untuk memprediksi secara pasti.
Seiring dengan upaya ilmuwan untuk memahami dan memprediksi gempa, masih banyak pihak yang menyebarkan ramalan palsu tentang waktu terjadinya gempa. Salah satu contoh adalah prediksi gempa yang disebarkan oleh seorang peneliti yang mengklaim dapat memprediksi gempa di Indonesia pada bulan Maret 2023. Namun, prediksi tersebut terbukti salah, dan ini menyoroti tantangan besar dalam memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat.
Para peneliti Indonesia juga menegaskan bahwa hingga saat ini. BMKG tidak dapat memprediksi waktu terjadinya gempa dengan tingkat ketepatan yang tinggi. Oleh karena itu, masyarakat dihimbau untuk selalu waspada dan siap menghadapi kemungkinan terjadinya gempa di wilayah Indonesia yang rawan bencana.