Ruang Mistis – Setelah insiden penembakan Trump pada Sabtu, 13 Juli 2024, media sosial dipenuhi dengan teori konspirasi yang meragukan kebenaran kejadian tersebut. Meskipun Trump selamat dari penembakan yang mengenai telinga bagian kanannya, sejumlah orang meragukan keaslian insiden itu. Beberapa orang menyebut penembakan tersebut sebagai “palsu” atau “buatan,” dengan tagar-tagar seperti #staged, #fakeassassination, dan #stagedshooting yang menyebar luas. Hal ini mencerminkan ketidakpercayaan publik terhadap mantan Presiden Amerika Serikat tersebut.
“Baca juga: Menelusuri Fanatisme Agama di Indonesia: Antara Keimanan dan Konflik”
Sejak kejadian itu, platform media sosial, terutama X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter), menjadi pusat dari teori-teori konspirasi tersebut. Tagar #staged, misalnya, menyebar luas dengan pertanyaan-pertanyaan skeptis tentang apakah peluru yang menembus telinga Trump benar-benar ada. Salah satu unggahan yang mempertanyakan insiden tersebut bahkan telah dilihat lebih dari 500.000 kali. Dalam unggahan itu, pengguna mempertanyakan ke mana perginya peluru jika tidak benar-benar menembus tubuh Trump.
Banyak komentar skeptis yang berfokus pada analisis gambar dan rekaman yang diambil oleh media resmi di rapat umum Pennsylvania. Beberapa di antaranya mempertanyakan bagaimana tampaknya penembakan tersebut tidak memiliki bukti yang cukup kuat.
“Simak juga: Fenomena Obral Gelar Habib: Apa yang Sebenarnya Terjadi?”
Teori konspirasi semacam ini tidak hanya berkembang di kalangan pendukung Trump, tetapi juga di berbagai kalangan masyarakat. Kepala eksekutif Center for Countering Digital Hate, menjelaskan bahwa teori konspirasi adalah upaya untuk menempatkan peristiwa dalam narasi yang membuatnya masuk akal dalam konteks keyakinan pribadi seseorang.
Ahmed juga menyoroti bahwa teori konspirasi tidak terbatas pada satu kubu politik atau kelompok tertentu. Keinginan untuk mencocokkan peristiwa dengan narasi yang sudah ada sebelumnya seringkali membuat orang mencari penjelasan yang sesuai dengan perspektif politik mereka, terutama di saat-saat penuh ketegangan politik seperti menjelang pemilihan presiden.
Teori konspirasi tentang penembakan Trump telah menyebar dengan sangat cepat di berbagai platform media sosial, termasuk X, Facebook, Instagram, dan TikTok. Firma analisis disinformasi Cyabra melaporkan bahwa tagar terkait teori konspirasi ini mungkin telah dilihat hingga 595 juta kali hanya dalam waktu 11 jam setelah insiden penembakan tersebut. Selain itu, tagar tersebut telah memperoleh lebih dari 400.000 keterlibatan, yang mencakup suka (likes), komentar, dan unggah ulang.
Penyebaran informasi yang sangat cepat ini menunjukkan bagaimana teori konspirasi bisa berkembang dalam waktu singkat. Dengan adanya analisis gambar dan rekaman yang dibagikan di media sosial, banyak orang mulai mempertanyakan fakta yang ada.
Seiring berjalannya waktu, teori konspirasi semacam ini dapat memiliki dampak yang besar. Penembakan Trump hanya menjadi salah satu contoh bagaimana teori konspirasi berkembang dan diterima oleh sebagian orang, terlepas dari bukti yang ada.