Ruang Mistis – Bumi semakin mendekati titik pemanasan kritis, dengan tahun 2024 diperkirakan menjadi yang Terpanas yang pernah tercatat. Para ilmuwan iklim telah lama mengingatkan bahwa kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius akan membawa kita pada titik krusial yang harus dihindari untuk mencegah dampak iklim yang tak terkendali. Kenaikan suhu yang signifikan ini menandakan bahwa bumi sedang menghadapi ancaman perubahan iklim yang semakin parah, dan perlunya langkah nyata dari seluruh negara untuk mencegah bencana lebih besar.
Layanan Perubahan Iklim Copernicus, bagian dari Uni Eropa yang memantau kondisi iklim global, menyatakan bahwa tahun ini hampir pasti akan mencatat suhu yang melampaui batas 1,5 derajat Celsius. Samantha Burgess, wakil direktur Copernicus Climate Change Service (C3S), mengonfirmasi bahwa data terbaru menunjukkan Bumi kini telah melampaui suhu pra-industri dengan peningkatan rata-rata global sekitar 1,55 derajat Celsius.
Kenaikan suhu ini terjadi bersamaan dengan Konferensi Para Pihak ke-29 (COP29) yang diselenggarakan di Baku, Azerbaijan. Samantha Burgess, wakil direktur Copernicus Climate Change Service (C3S), menekankan bahwa angka ini merupakan “catalyst” bagi COP29. “Catatan terbaru ini mengirimkan peringatan keras kepada pemerintah di COP29 tentang perlunya tindakan mendesak untuk membatasi pemanasan lebih lanjut,” kata Liz Bentley, kepala eksekutif Royal Meteorological Society, kepada media.
Data terbaru dari ERA5, kumpulan data iklim, menunjukkan bahwa suhu rata-rata global tahun ini mencapai 1,55 derajat Celsius. Ini merupakan lonjakan yang sangat mengkhawatirkan dan menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk mengurangi emisi karbon dioksida guna mencegah kerusakan lebih lanjut pada ekosistem Bumi.
“Baca juga: Ronnie O’Sullivan Dan Tujuh Kemenangan Kejuaraan Snooker”
Kenaikan suhu global pada tahun ini telah memicu sejumlah peristiwa cuaca ekstrem di berbagai belahan dunia. Pada tahun 2024, beberapa wilayah mengalami banjir besar, termasuk Spanyol, yang disebabkan oleh perubahan pola curah hujan. Di samping itu, es laut di Antartika mencair dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengancam keseimbangan ekosistem laut.
Kondisi ini menggarisbawahi prediksi para ilmuwan bahwa melampaui ambang batas 1,5 derajat Celsius akan memicu dampak luas yang sulit dikendalikan. Menurut Dr. Ken Caldeira, seorang ilmuwan atmosfer dari Carnegie Institution for Science, melampaui ambang batas tersebut berarti umat manusia akan menghadapi perubahan iklim yang tak terkendali. “Namun, penting untuk diingat bahwa setiap emisi karbon yang dihindari adalah pemanasan global yang bisa dicegah,” tambah Caldeira.
Perlunya pengurangan emisi karbon menjadi isu yang sangat krusial, terutama dengan beberapa negara
besar seperti Amerika Serikat yang saat ini diragukan komitmennya. Dengan meningkatnya emisi gas
rumah kaca dari negara-negara dengan populasi besar seperti Tiongkok dan India, tantangan untuk menstabilkan iklim menjadi semakin berat.
“Populasi memainkan peran penting dalam emisi gas rumah kaca,” ujar Dr. Kevin Trenberth, ahli iklim
terkemuka dari Pusat Penelitian Atmosfer Nasional. Ia menekankan bahwa meskipun negara-negara berkembang berupaya meningkatkan standar hidup mereka, penggunaan energi terbarukan harus diutamakan ketimbang bahan bakar fosil. Dengan melakukan dekarbonisasi ekonomi, dunia bisa melangkah lebih jauh dalam mengurangi jejak karbon secara global.
Trenberth menyoroti bahwa biaya riil penggunaan bahan bakar fosil hingga kini belum tercermin sepenuhnya. “Ada kebutuhan besar untuk menetapkan harga yang lebih tepat pada emisi karbon,
sehingga kita bisa memperlambat pemanasan global secara signifikan,” ungkapnya.
“Simak juga: Perang Gaza Korban Tewas 70% Perempuan dan Anak-Anak”
Situasi ini memberi tekanan pada pemerintah di seluruh dunia untuk meningkatkan komitmen mereka dalam mengatasi perubahan iklim. Salah satu langkah krusial adalah mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan beralih ke energi terbarukan. Energi bersih seperti tenaga surya, angin, dan energi
panas bumi merupakan alternatif yang jauh lebih ramah lingkungan dan dapat mengurangi emisi karbon.
Selain itu, partisipasi individu juga penting. Masyarakat bisa berkontribusi dengan mengurangi konsumsi
energi yang tidak perlu, menggunakan transportasi ramah lingkungan, serta mendukung kebijakan pemerintah yang berfokus pada keberlanjutan.
Waktu Mulai Bergerak Bersama
Tahun 2024 mungkin akan tercatat sebagai tahun terpanas di sejarah umat manusia, dan ini menjadi
pengingat yang sangat nyata akan urgensi krisis iklim. Saat pemimpin dunia berkumpul di COP29, mereka diharapkan untuk membuat komitmen konkret dalam menanggulangi perubahan iklim. Tantangan ini adalah tantangan bersama, dan setiap tindakan, sekecil apapun, akan memiliki dampak besar bagi masa depan Bumi.
Demi generasi mendatang, sudah saatnya kita bergerak bersama untuk melindungi planet ini dari ancaman pemanasan global yang semakin meningkat.